KAKEHANG | LAPORAN KHUSUS – FGD DPD RI Soal Municipal Bond
Wakil Gubernur Maluku dalam FGD DPD RI: “Laut 93%, Ikan Kita Pakai KTP Daerah Lain”
Jakarta, 11 Juli 2025 — Dalam agenda Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terkait tema Municipal Bond atau Pembiayaan Pembangunan Daerah, Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, menyampaikan kritik tajam mengenai ketimpangan kebijakan fiskal dan kewenangan pengelolaan sumber daya laut di Maluku.
Vanath memulai pemaparannya dengan menyoroti fakta geografis unik Provinsi Maluku yang 93 persen wilayahnya terdiri dari laut. Namun, potensi kelautan tersebut dinilainya belum berbanding lurus dengan kesejahteraan dan kapasitas fiskal daerah.
“Maluku itu 93% itu laut, 7% itu darat, Maluku menyumbang 30% lebih Perikanan Nasional, data ini masih bisa diperdebatkan, semestinya masih bisa lebih dari 30%, kenapa? karena batas kewenangan melaut antara kabupaten, provinsi dan nasional, sehingga ikan yang ditangkap di Maluku itu, dibawa keluar dari Maluku, Ikan itu sudah tidak lagi menggunakan KTP Maluku, sudah menggunakan KTP daerah lain. Kesimpulannya begini Pak, Bapak bisa bayangkan, kami punya laut, 93%, potensi laut itu diambil oleh negara Pak, lautnya 93% yang punya sejumlah hasil didalamnya, itu juga diambil oleh Negara.”
Vanath menambahkan bahwa pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Maluku saat ini tidak mempertimbangkan realitas geografis dan tantangan aksesibilitas wilayah kepulauan, yang sangat berbeda dibandingkan dengan wilayah daratan seperti Jawa.
“Daratnya 7%, kami mendapatkan dana DAU, tapi standar pembiayaan itu kami disamakan dengan Jawa, misalnya begini pak, kalau di Maluku, dibandingkan dengan di Jawa, kalau di Jawa SPPD kita untuk lebih dari satu kabupaten cukup ngisi bensin dua kali, masuk pom bensin, kita bisa mutar kemana-mana gitu Pak, tapi kalau di Maluku, belum sampai setengah jalan, karena laut kita yang besar.”
Lebih lanjut, Vanath menyentil lambannya respon pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan, terhadap persoalan perikanan di wilayah Maluku. Ia bahkan mempertanyakan kemungkinan melakukan langkah hukum melalui Mahkamah Konstitusi.
“Nah Gubernur saya, untuk merespon tekanan dari masyarakat, karena sampai hari ini Kementerian Kelautan dan Perikanan itu, sampai hari ini belum merespon ini barang gitu loh, apa artinya, saya mau tanya bapak begini, bisakah kita melakukan Yudisial Review, karena negosiasi juga tidak gampang gitu loh, andaikan saya jadi aktifis, atau Gubernur saya ini juga aktifis, itu bisa kita teriak di jalan kan pak, tapi setelah masuk di kerangkeng pemerintahan, kita gak bisa lagi berteriak, iya kan?”
Pernyataan Vanath ini menjadi refleksi keras bagi pemerintah pusat untuk meninjau ulang desain kebijakan fiskal dan tata kelola sumber daya alam kelautan. Ia menegaskan, tanpa keberpihakan fiskal yang adil terhadap daerah kepulauan, maka isu ketimpangan dan ketidakadilan struktural akan terus menjadi beban sejarah.
FGD yang dihadiri berbagai tokoh daerah dan pejabat pusat ini diharapkan dapat menghasilkan formula kebijakan yang lebih progresif, utamanya menyangkut kebijakan fiskal alternatif seperti Municipal Bond, sebagai solusi pembiayaan pembangunan daerah berbasis potensi lokal, termasuk di kawasan pesisir dan kepulauan seperti Maluku.