KAKEHANG | AMBON – Kepala Bidang Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Provinsi Maluku, Zainal A. Launuru, S.STP., M.Si., memberikan sinyal positif dan apresiasi atas peran Duta Bahasa dalam pembangunan daerah, khususnya sektor pariwisata. Di hadapan publik Balai Bahasa dan insan budaya Maluku, Zainal menyampaikan harapan besar agar kolaborasi lintas sektor ini terus diperkuat.
“Duta Bahasa bukan hanya penjaga kebahasaan, mereka juga bisa jadi agen promosi wisata yang efektif,” tegas Zainal.
Menurutnya, anak-anak muda Maluku yang tergabung dalam Duta Bahasa memiliki potensi strategis: berwawasan lokal, komunikatif, dan kreatif. Kombinasi yang sangat dibutuhkan untuk mempromosikan pariwisata di era digital dan konten visual saat ini.
Bahkan, Zainal mengungkapkan bahwa kolaborasi awal sudah pernah dilakukan dalam bentuk video promosi yang mengambil lokasi di Gong Perdamaian Dunia, Pantai Liang, dan Pantai Namalatu. Sebuah langkah awal yang menurutnya harus ditindaklanjuti dengan strategi konten yang lebih luas dan berkelanjutan.
“Ke depan, kami di Dinas Pariwisata siap mendukung lebih banyak konten promosi, event kolaboratif, hingga pengembangan narasi wisata berbasis budaya dan bahasa daerah,” imbuhnya.
Pernyataan ini menjadi angin segar di tengah kritik publik terhadap promosi wisata Maluku yang selama ini dianggap masih kaku, kurang menyentuh generasi muda, dan minim inovasi digital.
Di sinilah peran Duta Bahasa bisa melompat lebih jauh: mengemas nilai budaya, bahasa, dan cerita lokal dalam bentuk yang segar dan mudah disebar ke seluruh dunia. Apalagi di tengah geliat promosi digital pariwisata oleh banyak provinsi lain, Maluku perlu mempercepat adaptasi dan kolaborasi kreatif seperti ini.
KAKEHANG mencatat:
Jika narasi wisata Maluku hanya dipromosikan lewat brosur usang dan data kadaluarsa, maka percuma. Tapi jika digarap bareng anak-anak muda seperti Duta Bahasa—yang paham nilai adat, bahasa, dan teknologi—maka Maluku bisa bersuara lebih lantang di panggung nasional dan internasional.
Karena pariwisata tak bisa sendiri. Harus diramu bareng. Harus jadi gerakan. Harus kolaboratif.
Dan Maluku punya semua bahan itu—tinggal mau atau tidak.