KAKEHANG | Ambon
Kunjungan kerja Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari dan Balai Pengelolaan Hutan Lestari Wilayah XIV Ambon ke lokasi budidaya Nilam di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, pada Sabtu (19/7/2025), menjadi momen penting bagi PLT Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ambon, Fence Purimahua, S.H., S.Hut., M.Si.,


untuk menunjukkan komitmen nyata kehutanan di Maluku, khususnya di kawasan Kota Ambon dan sekitarnya.
Menurutnya, kunjungan ini merupakan upaya untuk meninjau langsung bagaimana unit KPH telah memfasilitasi masyarakat di sekitar kawasan hutan agar tetap bisa hidup berdampingan secara legal dan lestari.
“Jadi kunjungan ini terkait dengan bagaimana kehutanan di Maluku telah memfasilitasi masyarakat kita, khususnya di Kota Ambon. Kami ingin tunjukkan bahwa KPH Ambon memang aktif menjalankan peran itu,” tegas Fence.
Dua Unit, Satu Visi: Hutan Kota Harus Dijaga
Secara administratif, wilayah kerja KPH Ambon terbagi dalam dua unit:
- KPHL Unit 13 mencakup Ambon, Salahutu, Leihitu, Leihitu Barat, dan Pulau-Pulau Lease.
- Unit 4 khusus mengelola kawasan hutan dalam batas Kota Ambon.
Namun, tantangan besar justru muncul karena hutan di Pulau Ambon dan Lease sangat terbatas dan semuanya adalah hutan lindung, bukan hutan produksi.
“Karena itu, kawasan ini benar-benar harus dijaga. Tekanan terhadap hutan sangat tinggi, khususnya di daerah seperti Nusaniwe, Gunung Nona, Sirimau, Salahutu. Di sana, terjadi penurunan kawasan hutan yang signifikan, termasuk di sekitar Wai, lokasi rumah pohon saat ini,” jelasnya.
Solusi: Akses Legal Lewat Skema Perhutanan Sosial

Sebagai solusi, KPH mendorong masyarakat agar mengakses hutan secara legal melalui skema perhutanan sosial. Masyarakat dapat memanfaatkan kawasan hutan tanpa mengubah bentang alam dan tanpa melakukan pembukaan hutan secara liar.
“Kita ingin masyarakat bisa manfaatkan kawasan hutan secara legal, dengan izin dari kementerian. Tapi tidak merusak. Yang kita dorong adalah pemanfaatan lahan kritis melalui sistem agroforestri—menggabungkan tanaman pertanian dan perkebunan dalam hutan tanpa membuka kawasan secara besar-besaran,” terangnya.

Komoditas Nilam menjadi contoh yang potensial karena:
- Bernilai ekonomi tinggi
- Masa panen cepat
- Perawatan mudah
- Dapat tumbuh baik tanpa merusak hutan
“Nilam itu mudah tumbuh. Tiga bulan pertama cukup intensif, lalu bisa dipanen di bulan keenam. Selanjutnya, bisa dibiarkan dan terus menghasilkan,” tambahnya.

Dukungan Pusat dan Kolaborasi Lintas Sektor Diperlukan
Fence berharap kunjungan kementerian ini membawa angin segar berupa tambahan dukungan fasilitasi dan bantuan nyata kepada masyarakat.
“KPH Ambon punya alokasi anggaran terbatas. Begitu juga pemerintah daerah. Jadi kita butuh dukungan pusat. Harapan kami, kunjungan hari ini membuka peluang itu,” katanya.
Dengan luas kawasan hutan ±46.000 hektar yang dikelola KPH Ambon (±9.000 hektar di Pulau Ambon dan ±36.000 hektar di Lease), beban kerja tidak ringan. Karena itu, ia menekankan bahwa pengelolaan hutan tidak bisa ditangani satu pihak saja.
“Hutan itu tidak bisa diurus satu pihak. Harus banyak pihak terlibat. Maka kami sangat butuh peran media untuk ikut menyuarakan dan mengedukasi,” ajaknya.
Pesan Kunci: Hutan Lestari, Masyarakat Sehat
Fence menutup pesannya dengan satu harapan utama: bahwa semua kerja kolaboratif ini bermuara pada dua hal penting: kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.
“Tujuan kita adalah hutan lestari, masyarakat sehat,” pungkasnya.













