KAKEHANG | AMBON, 21 Juni 2025
Pagelaran Budaya Orang-Orang Pulau Masela yang berlangsung pada 21 Juni 2025 di Kota Ambon bukan sekadar perayaan, melainkan penegasan identitas kultural masyarakat diaspora Masela. Kegiatan ini menjadi ruang ekspresi dan edukasi lintas generasi yang disambut antusias oleh anak-anak cucu warga Masela sebagai generasi penerus bangsa menuju 2045.
Kegiatan ini juga merupakan bagian dari upaya pelestarian budaya Orang Pulau Masela, khususnya yang kini hidup dalam perantauan (diaspora) di Kota Ambon. Dengan mengusung tema besar “Mencintai Kearifan Leluhur Melalui Seni, Budaya, dan Tradisi”, acara ini berhasil menghadirkan pertunjukan seni tari tradisional, musik etnik, hingga penyajian makanan khas Pulau Masela. Semuanya dilakukan dengan semangat lintas generasi.
Dalam sambutan pembuka, Ketua Panitia Stevanus Tiwery, SH., S.Pd menyampaikan bahwa identitas Orang Masela berasal dari Suku Babar. Nama “Masela” sendiri berasal dari bahasa leluhur: Wakmyer, yang berarti batu merah. Kondisi alam Pulau Masela yang kering dan tandus, sering memicu gagal panen, namun justru membentuk karakter tangguh masyarakatnya.
“Bicara Orang-Orang Pulau Masela adalah bicara tentang keteguhan hidup di tanah berbatu, panas, dan merah. Tapi dari tanah itulah lahir kekuatan budaya yang kita wariskan hari ini,” ujar Ketua Panitia.

Tiwery menegaskan bahwa fokus utama dari kegiatan ini adalah transfer nilai budaya kepada generasi muda, bukan hanya sekadar mempertahankan seni oleh orang-orang tua.
“Bukan orang-orang tua yang harus mempertahankan budaya asli Masela, tapi anak-anak cucu Masela yang adalah generasi emas bangsa Indonesia 2045. Mereka dikenalkan sejak dini terhadap budaya mereka sendiri, agar mencintainya dan menjadikannya bagian dari sikap dan perilaku hidup mereka ke depan,” tegas Tiwery.
Ia menyampaikan bahwa di tengah realitas diaspora, warga Masela tetap menjaga dan membawa identitas kultural mereka, termasuk kesenian dan tradisi yang diwariskan turun-temurun sejak dari Pulau Wakmyer – nama asli Pulau Masela dari leluhur.
“Melalui Pagelaran Budaya ini, identitas seni dan budaya dipertahankan, dan kami bersyukur karena difasilitasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XX Maluku. Bapak Stenly Loupatty hadir mewakili BPK, memberikan sambutan sekaligus dukungan nyata bagi anak cucu orang Masela di Ambon yang melestarikan budaya,” tambahnya.
Tiwery juga menyampaikan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan BPK agar dukungan ini tidak berhenti pada satu momentum saja, melainkan bisa berlanjut sebagai program berkelanjutan.
“BPK menyambut baik niat kami, dan telah merespons positif: selama masih ada mandat dan anggaran, mereka siap menjadi fasilitator pelestarian budaya. Tapi semua itu tergantung kemauan dari pewaris budaya itu sendiri,” ujarnya penuh harap.

Sementara itu, Stenly R. Loupatty, S.Sos, selaku Kasubag Umum BPK Wilayah XX Maluku, yang mewakili Kepala Balai menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh masyarakat Masela, khususnya Bapak Stevanus Tiwery sebagai tokoh yang dinilai konsisten mendorong pelestarian budaya.
“Saya menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada masyarakat Pulau Masela, dan secara khusus kepada Pak Nus yang selalu menyatakan sikap dan kepedulian terhadap pelestarian kebudayaan Masela. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, BPK punya tanggung jawab jadi regulator sekaligus fasilitator,” ungkap Loupatty.
Ia menegaskan bahwa BPK membuka ruang seluas-luasnya bagi komunitas budaya, sanggar seni, maupun perorangan untuk mengekspresikan warisan leluhur mereka. BPK juga siap membangun kerja sama strategis dengan masyarakat, termasuk diaspora Masela, untuk kegiatan budaya di masa depan.
“Selama ada anggaran, kenapa tidak? Kami akan terus mendukung kegiatan seperti ini. Apalagi seperti yang dikatakan Pak Nus, budaya juga membawa manfaat ekonomi langsung bagi pemiliknya. Ini bukan hanya urusan nilai, tapi juga kesejahteraan,” pungkas Loupatty.



Pagelaran budaya ini juga diwarnai dengan penampilan berbagai tarian khas Masela, antara lain:
- Tari Ehe Lawn (Tari Tani Besar)
- Tari Seka Besar (Tarian Kerja dan Solidaritas)
- Tari Ukulele (Tari Musik Tradisional Djuk)
- Nyanyian Tutur Leluhur
- Upacara Pengantin Adat
- Kuliner Khas Masela
Tarian-tarian tersebut tidak hanya memperlihatkan keindahan gerak, tetapi sarat makna tentang filosofi hidup orang Masela, kerja keras, kebersamaan, dan kesetiaan terhadap adat.
Kakehang mencatat, langkah komunitas Masyarakat Masela ini adalah teladan hidup bagaimana budaya tidak hanya dijaga di kampung halaman, tetapi juga ditumbuhkan di tanah rantau. Identitas tetap hidup, selama diwariskan dengan cinta dan tanggung jawab.